Gambar Luhut Pandjaitan (Infografis detikcom/M Fakhry Arrizal)
Jakarta - Luhut Pandjaitan bicara soal 110 juta warganet (netizen) punya aspirasi untuk menunda Pemilu 2024. Klaim Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi itu panen kritik.
Luhut berbicara di acara kanal YouTube Deddy Corbuzier, Jumat (11/3) lalu. Kata Luhut, dia punya data aspirasi rakyat Indonesia yang menginginkan penundaan Pemilu 2024.
"Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah," kata Luhut.
Dari data tersebut, Luhut menjelaskan masyarakat kelas menengah ke bawah ingin kondisi sosial politik yang tenang. Masyarakat, kata Luhut, tak ingin terjadi gaduh politik dan lebih menginginkan kondisi ekonomi ditingkatkan.
"Kalau menengah ke bawah ini, itu pokoknya pengin tenang, pengin bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin. Kemarin kita kan sakit gigi dengan kampretlah, cebonglah, kadrunlah, itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu," ujarnya.
Kritik dari politikus parpol
Kritik datang dari politikus partai non-koalisi pemerintah. PKS menilai hal itu hanya klaim sepihak.
"Saya tidak tahu big data yang dimaksud oleh Pak Luhut ya. Tapi bisa saja itu klaim sepihak dari data yang beliau miliki," kata juru bicara PKS Muhammad Kholid kepada wartawan, Jumat (11/3).
Kholid menilai apa yang diklaim Luhut tidak jelas sumbernya, berbeda dengan hasil survei yang menyatakan mayoritas publik tidak setuju dengan wacana penundaan pemilu ataupun presiden tiga periode. Dia menganggap apa yang diklaim Luhut hanya untuk menjustifikasi penundaan pemilu.
Dari Partai Demokrat, ada Kamhar Lakumani yang mengkritik Luhut. Dia menilai pengguliran wacana penundaan pemilu dan semacamnya adalah wacana yang menjerumuskan Presiden Jokowi ke dalam sudut inkonstitusional.
Kamhar mengatakan big data yang diklaim Luhut jauh berbeda dengan hasil berbagai survei. Data itu pun pernah diungkap Ketum PKB Muhaimin Iskandar, tapi dipertanyakan kebenarannya. Untuk itu, dia meminta Luhut tak mengulang data tersebut.
"Argumentasi big data yang disampaikan LBP ini juga pernah dipresentasikan Cak Imin, yang kemudian direspons kritik oleh praktisi media sosial dari Drone Emprit, yang mempertanyakan kebenaran analisis big data tersebut, apalagi jika diperhadapkan dengan data di lapangan yang terekam oleh sejumlah survei nasional. Jauh lebih banyak yang menolak wacana penundaan pemilu. Jadi sebaiknya Pak LBP tak usah mengulang-ulang menyanyikan lagu lama yang sumbang," ujar Kamhar.
Kamhar Lakumani (Dokumentasi pribadi)
Ketua DPD RI AA La Nyala Mahmud Mattalitti juga mengkritik. Dia menilai Luhut telah membuat klaim berlebihan soal 110 juta netizen mendukung Pemilu 2024 ditunda.
"Pendapat tersebut tidak dapat dibenarkan. Berdasarkan analisa big data yang kami miliki, percakapan tentang Pemilu 2024 di platform paling besar di Indonesia, yaitu Instagram, YouTube, dan TikTok, tidak sampai 1 juta orang," ujar LaNyalla dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/3).
Kritik dari Ismail Fahmi 'Drone Emprit'
Pakar media sosial Ismail Fahmi meragukan klaim Luhut. Analis media sosial Drone Emprit and Kernels Indonesia ini menilai angga 110 juta netizen adalah angka yang mustahil. Dia meragukan pula sumber data Luhut.
"Sumber klaim data 110 juta netizen bicara soal presiden tiga periode atau perpanjangan (masa jabatan) itu dari mana?" tanya Ismail Fahmi lewat cuitan akun Twitternya, @ismailfahmi, Sabtu (12/3).
Ismail Fahmi mengizinkan detikcom mengutip cuitannya. Dia memastikan konteks sorotannya adalah soal klaim Luhut di acara kanal YouTube Deddy Corbuzier itu.
Fahmi kemudian merujuk ke data Laboratorium Indonesia 2045 atau LAB 45, lembaga kajian yang pernah membahas isu ini. Andi Widjajanto adalah Penasihat Senior LAB 45, ada pula Jaleswari Pramodhawardani dan Sigit Pamungkas di lembaga itu. LAB 45 pernah menyebut angka jumlah netizen di Twitter yang tak sebanyak klaim luhut, yakni 110 juta netizen itu. Kalau berdasarkan LAB 45, tak ada yang salah karena kesimpulannya juga sama dengan kesimpulan yang didapat Fahmi sebelumnya, angkanya tidak sebanyak klaim Luhut.
"Kalau dari LAB 45 sendiri, hanya 10.852 akun Twitter yang terlibat pembicaraan presiden tiga periode, mayoritas nolak. Itu sesuai data Drone Emprit," kata Ismail Fahmi sambil mencantumkan tangkapan layar paparan analisis LAB 45 tertanggal 22 Juni 2021.
"Ralat: 10.852 itu adalah akun yang turut bicara, plus yang di-mention, meski nggak ikut bicara. Contoh akun SBY, tidak ikut bicara, tapi ada dalam SNA (social network analysis) karena di-mention. Jadi saya kira yang aktif dalam percakapan kurang dari jumlah di atas," kata Ismail Fahmi.
Pria peraih gelar PhD dalam ilmu informasi di Universitas Groningen, Belanda, ini menjelaskan hanya ada sekitar 10 ribu pengguna Twitter yang aktif bicara soal perpanjangan masa jabatan presiden. Padahal, ada 18 juta pengguna Twitter di Indonesia. Berarti, akun yang bicara soal perpanjangan masa jabatan presiden sekitar 0,055 persen dari total pengguna Twitter di Indonesia. Itu jauh dari klaim Luhut yang menyebut ratusan juta netizen.
"110 juta (netizen) sepertinya impossible," kata Ismail Fahmi.
0 Komentar